
JAKARTA- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada mantan dirut Bulog Widjanarko Puspoyo (Widjan), Senin (4/2). Terdakwa juga didenda Rp 500 juta subsider hukuman enam bulan penjara serta membayar uang pengganti Rp 78,39 miliar. Bila yang bersangkutan tidak mempunyai harta benda untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan diganti dengan hukuman dua tahun penjara.
Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Artha Theresia Silalahi tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni hukuman 14 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara, serta membayar uang ganti rugi sebesar Rp 28 miliar yang harus dibayarkan selama sebulan.
Atas putusan itu, Widjan langsung menyatakan banding, sedangkan ketua tim jaksa menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim juga memutuskan, empat bidang tanah dan bangunan seluas 11.118 m2 atas nama Widjan dan keluarganya dirampas untuk negara. ''Selain itu uang tunai Rp 114.970.000 dan uang tunai Rp 60 juta dirampas untuk negara,'' kata Artha ketika membacakan petikan putusan.
Majelis hakim menyatakan, Widjan terbukti bersalah atas dakwaan kedua dan ketiga yang didakwakan oleh jaksa, yakni perkara ekspor beras ke Afrika dan perkara penerimaan hadiah ilegal (gratifikasi) dari rekanan saat Bulog mengimpor beras dari Vietnam. Sedangkan dakwaan primer maupun subsider pada dakwaan pertama terkait pengadaan sapi potong dari Australia, Widjan dinyatakan tidak bersalah.
Kebijakan Bulog
Menanggapi putusan itu, Widjan menyatakan keputusan majelis hakim tidak mencerminkan rasa keadilan, sehingga dirinya menyatakan banding. Menurutnya, banyak fakta hukum yang tidak dipertimbangkan selama proses persidangan, seperti surat izin Menteri Keuangan (Menkeu) terkait ekspor beras ke Afrika.
Dia berpendapat, surat izin tersebut merupakan legitimasi atas kegiatan ekspor yang dilakukan Bulog. Selain itu, kebijakan ekspor beras merupakan kebijakan Bulog sebagai institusi, bukan kebijakan orang per orang, sehingga segala akibat yang timbul tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada individu.
''Ini adalah kebijakan sebuah perusahaan (Bulog-red), jadi tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban kepada individu. Itu prosesnya sudah jelas dan ada dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan,'' katanya usai mengikuti persidangan.
Dia menambahkan, keputusan hakim tersebut dipengaruhi sesuatu di luar persidangan, yang sebetulnya di luar fakta-fakta hukum yang ada di persidangan. Namun Widjan enggan menjelaskan maksud pernyataannya tersebut. ''Bukan tentang politik, tetapi saya rasa saudara bisa menerjemahkan sendiri,'' ujarnya.
Anggota tim kuasa hukum Widjan, Martin Pangrekun, mempertanyakan keputusan majelis hakim terkait perkara gratifikasi, karena pemberi hadiah yang disebutkan seorang broker berkewarganegaraan Vietnam tidak pernah diperiksa. Selain itu, menurut Martin, orang yang disebut sebagai broker tersebut sudah mengirimkan surat pernyataan yang isinya menjelaskan tidak pernah memberikan hadiah kepada Widjan.
Sementara anggota JPU Kuntadi menyatakan akan segera melaporkan putusan majelis hakim kepada pimpinan, terutama mengenai dakwaan pertama yang ditolak oleh majelis hakim.
Ditanya apakah pihaknya puas terhadap putusan yang diambil majelis hakim, Kuntadi mengatakan, tidak menilai keputusan dari rasa puas atau tidak, namun sudah mencerminkan keadilan atau belum. ''Yang penting yang kami dakwakan sudah terbukti. Artinya kami tidak melakukan penzaliman terhadap orang lain,'' ujarnya.
Ketua JPU Yuni Daru Winarsih menyatakan menghormati keputusan majelis hakim, dan pihaknya sedang pikir-pikir untuk menentukan sikap hukum akan banding atau tidak.
(J21-49)
(sumber: suara merdeka)
Komentar Masa FM:Kalau sudah terbukti, mau apa lagi?